Penerapan Fungsi Strategis Mahasiswa melalui Program Desa Binaan

July 25, 2015






          Sejarah Indonesia mencatat betapa pentingnya peran mahasiswa dalam kemajuan bangsa ini. Saat zaman penjajahan Belanda, kebangkitan bangsa Indonesia dimotori oleh mahasiswa kedokteran STOVIA. Saat zaman orde baru, tepatnya pada tahun 1998, penguasa orde baru melakukan penyimpangan yang membuat rakyat sengsara. Lalu mahasiswa pun tampil sebagai motor penggerak untuk menuntut pemerintahan zaman itu yang dianggap tidak adil. Berlandaskan pada idealisme yang mereka miliki, mereka menuntut Soeharto untuk dapat turun dari tahtanya sebagai Presiden Republik Indonesia pada zaman itu. Dan usaha itu pun membuahkan hasil. Presiden Soeharto turun dari tahtanya dan akhirnya Indonesia memasuki era reformasi.


Masyarakat umum masih memiliki harapan yang besar kepada mahasiswa yang dipercaya sebagai generasi muda penentu masa depan sebuah negara. Mahasiswa dipercaya sebagai agen perubahan yang akan mengubah “nasib” masyarakat, khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah. Masyarakat golongan menengah ke bawah masih meyakini bahwa mahasiswa adalah generasi muda dengan tingkat intelektualitas tinggi yang diharapkan akan mengubah “nasib” mereka pada khususnya dan “nasib” negara ini pada umumnya. 

Mahasiswa diharapkan sepenuhnya menyadari betapa pentingnya kontribusi mereka untuk perkembangan lingkungan sekitarnya. Sebagai generasi yang diekspektasikan untuk dapat menjadi agent of change, sudah sepatutnya mahasiswa tidak hanya berkutat dengan permasalahan akademis atau permasalahan yang hanya terkait dengan dirinya sendiri. Mahasiswa dituntut untuk dapat menjadi pribadi yang lebih peka dan peduli terhadap lingkungan sekitar.

Universitas Padjadjaran adalah salah satu perguruan tinggi yang terletak di Kota Bandung. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran yang tergabung dalam Badan Semi Otonom (BSO) bernama Islamic Studies for Economics Group (ISEG) memiliki sebuah desa binaan yang terletak di Kecamatan Lembang. Melalui program desa binaan ini, mereka berusaha untuk dapat berkontribusi secara maksimal terhadap masyarakat sekitar mereka.

Fungsi Strategis Mahasiswa
Waloyo (2013) menyatakan bahwa secara umum, mahasiswa memiliki tiga fungsi strategis yaitu sebagai agent of change, agent of social control, dan iron stock. Menurut Waloyo, mahasiswa sebagai agent of change berarti mahasiswa adalah agen perubahan, mahasiswa sebagai agent of social control berarti mahasiswa adalah pengawas sosial dan mahasiswa sebagai iron stock berarti mahasiswa adalah generasi penerus masa depan.

Waloyo (2013) juga menyatakan bahwa peran dasar mahasiswa adalah sebagai agent of change. Waloyo menyatakan bahwa sumber daya manusia terbesar dalam perubahan berada di tangan mahasiswa karena mereka memiliki pemikiran yang inovatif, penuh akan ide, dan tidak mudah berhenti sebelum mencapai titik optimum. Menurutnya, mahasiswa dituntut untuk dapat berperan lebih nyata terhadap perubahan atau paling tidak menjadi pendorong dari sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Lalu menurut Waloyo, dalam melaksanakan fungsi strategis mahasiswa sebagai agent of social control, diharapkan mahasiswa dapat menjadi “pengawas” dari berjalannya sebuah pemerintahan karena mahasiswa memiliki tingkat idealisme yang tinggi. Selain itu, Waloyo berpendapat bahwa mahasiswa sebagai iron stock berperan besar dalam menyediakan sumber-sumber daya manusia dengan idealisme yang tinggi dalam proses perubahan bangsa.



Program Desa Binaan
            Desa Binaan ISEG adalah Desa Suntejaya tepatnya di Kampung Batuloceng yang terletak di Kecamatan Lembang. Melalui program kerja tahunan Sharia Road to Village (SRV),  mahasiswa yang tergabung dalam BSO ISEG akan mengunjungi Kampung Batuloceng setiap tahunnya untuk memantau perkembangan perekonomian kampung tersebut. Kampung Batuloceng ternyata kaya akan sumber daya alam yang berpotensi untuk membantu perekonomian warga Kampung Batuloceng. Batuloceng memiliki berbagai macam hasil olahan pertanian seperti sawi, wortel dan kopi. Kopi menjadi hasil perkebunan unggul dari Kampung Batuloceng.
           
            Program kerja SRV ini memiliki beberapa visi yang ingin dicapai, agar Kampung Batuloceng mengalami perkembangan dari sisi ekonomi. Visi yang pertama dari program ini adalah membuat Batuloceng menjadi desa syariah karena di Batuloceng masih banyak rumah dan tanah warga yang disita akibat tidak dapat membayar hutang kepada para rentenir. Visi yang kedua adalah mengadvokasi rentenir. ISEG bekerjasama dengan Dompet Dhuafa agar dapat “membasmi” rentenir yang menyengsarakan warga. Lalu visi yang ketiga adalah membuat pelatihan pengembangan sumber daya untuk warga Batuloceng. Dan visi yang keempat adalah mendirikan Baitul Mal wat Tamwil (BMT) untuk mengatur keuangan warga Batuloceng.
            
             Setelah diadakannya program desa binaan ini, warga Batuloceng mulai mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Sudah terdapat perpusatakaan madrasah yang pembangunannya diinisiasi oleh anggota ISEG. Selain itu, minat masyarakat untuk melakukan kegiatan saving semakin meningkat. Mereka juga pernah mengadakan bazaar pakaian murah bagi masyarakat Batuloceng.

Menjadi Agent of Change Melalui Program Desa Binaan
            Sekitar tahun 2010, anggota ISEG yang bernama Asrul mengadakan pertemuan dengan penduduk Batuloceng yang bernama Yana. Saat itu beliau menceritakan betapa buruknya keadaan ekonomi di Batuloceng. Sehingga pada akhirnya setelah melakukan survei, Kampung Batuloceng ditetapkan sebagai desa binaan ISEG.

            Havelock (1973) menyatakan bahwa agen perubahan adalah orang yang membantu terlaksananya perubahan sosial atau suatu inovasi berencana. Berdasarkan sejarah penetapan Batuloceng sebagai desa binaan ISEG, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa saat itu mahasiswa tersebut telah menjadi agen perubahan. Karena setelah terjadi kerja sama antara ISEG dan Kampung Batuloceng, secara rutin anggota ISEG memantau perkembangan yang terjadi di desa tersebut. Melalui program desa binaan, mahasiswa yang tergabung dalam BSO ISEG mencoba untuk membantu terlaksananya perubahan ke arah yang lebih baik untuk Kampung Batuloceng. Selain itu, anggota ISEG aktif membuat planning untuk mengembangkan dan menggali potensi sumber daya alam yang ada di Batuloceng. Hal ini tercermin dari adanya penentuan visi oleh anggota ISEG untuk program desa binaan ini, seperti ingin membangun BMT, mengadvokasi rentenir, dan lain-lain.   Berbekal ilmu yang telah dipelajari selama kuliah, mereka mencoba untuk mengaplikasikan ilmu yang dimiliki melalui program desa binaan ini.

            Selain itu, menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan berfungsi sebagai mata rantai komunikasi antar dua (atau lebih) sistem sosial, yaitu menghubungkan antara suatu sistem sosial yang mempelopori perubahan tadi dengan sistem sosial masyarakat yang dibinanya dalam usaha perubahan tersebut. Melalui program desa binaan ini, mahasiswa sebagai agen perubahan dapat menghubungkan dua sistem sosial yang berbeda, yaitu antara masyarakat Batuloceng dan mahasiswa Universitas Padjadjaran.

Menjadi Agent of Social Control Melalui Program Desa Binaan
            Menurut Clemens dan Cook (1999),  social control dapat diartikan dalam 2 bentuk, eksternal dan internal. Clemens dan Cook menyatakan bahwa control secara eksternal berarti melaksanakan tingkah laku yang tepat secara sosial melalui agent eksternal seperti sistem peradilan, profesor, politikus, dan lain-lain dalam rangka untuk memaksa aksi, mendefiniskan peluang dan memfasilitasi interaksi. Pengertian social control dilihat dari control internal, menurut Clemens dan Cook adalah proses dimana setiap individu mengendalikan perilaku mereka masing-masing melalui kesesuaian dengan norma. Ternyata, mahasiswa sebagai agent of social control bukan berarti mahasiswa hanya melakukan pengawasan terhadap lingkungan eksternalnya saja, seperti melakukan pengawasan terhadap aktivitas pemerintahan, namun mahasiswa diharuskan memiliki control terhadap perilakunya sendiri berdasarkan norma yang berlaku.

            Di dalam program desa binaan, mahasiswa tidak hanya melakukan pengawasan terhadap sistem pemerintahan atau sistem peradilan yang ada. Mahasiswa juga harus melakukan control terhadap individu mereka masing-masing. Ketika menjalankan program desa binaan ini, mahasiswa harus selalu melakukan evaluasi terhadap perilaku mereka. Evaluasi ini dilakukan berdasarkan pada norma yang berlaku. Setelah itu, mahasiswa melakukan pengawasan sekaligus evaluasi terhadap lingkungan eksternal dari desa binaan. Batuloceng masih mengalami kesulitan dalam pengelolaan lahan untuk menanam kopi, karena mengalami kesulitan untuk memperoleh dana. Dapat disimpulkan bahwa Batuloceng mengalami permasalahan dengan pihak eksternal yaitu dengan lembaga keuangan peminjam dana. Warga Batuloceng masih mengalami kesulitan untuk memperoleh kredit. Mahasiswa sebagai agent of social control secara eksternal mahasiswa harus dapat melakukan pengawasan dan evaluasi dari permasalahan ini. Mereka harus dapat mencari apakah penyebab dari kesulitan memperoleh kredit ini dan menemukan solusinya.

Menjadi Iron Stock Melalui Program Desa Binaan
            Mahasiswa sebagai iron stock diharapkan dapat menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Purnama (2008) menyatakan bahwa mahasiswa merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Purnama juga menyatakan bahwa mahasiswa harus memperkaya dirinya dengan berbagai pengetahuan baik dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan dan sekaligus mempelajari berbagai kesalahan yang pernah terjadi di generasi-generasi sebelumnya.

            Melalui program desa binaan, mahasiswa yang tergabung dalam BSO ISEG dilatih untuk memiliki leadership yang tinggi. Melalui program ini juga mahasiswa telah melakukan suatu usaha untuk memperkaya dirinya dengan pengetahuan tentang kemasyarakatan. Dengan skill yang mereka miliki, mereka bekontribusi secara maksimal untuk membina Kampung Batuloceng dengan mengadakan berbagai macam pelatihan. Mereka pernah mengadakan pelatihan pembuatan pupuk kompos, pelatihan pembuatan pisang sale, menyulam, membuat tas dan dompet dari bekas bungkusan makanan plastik, dan lain-lain. Melalui pelatihan tersebut, mahasiswa telah berkontribusi untuk perkembangan skill dari warga Batuloceng agar skill tersebut dapat dipergunakan oleh warga Batuloceng untuk memperbaiki kondisi perekonomian mereka.

Kesimpulan
            Mahasiswa adalah generasi muda penentu kemajuan dari sebuah negara. Selain mengutamakan kepentingan akademik ataupun kepentingan individu, mahasiswa dituntut untuk dapat lebih peka melihat keadaan sekitarnya. Mahasiswa harus dapat menemukan solusi atas problematika yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, mahasiswa diharapkan dapat berpartisipasi aktif menyampaikan gagasan atau pendapat tentang permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu, fungsi strategis dari mahasiswa adalah sebagai agent of change, agent of social control dan iron stock.

            Mahasiswa Universitas Padjadjaran yang tergabung dalam Badan Semi Otonom Islamic Studies for Economics Group (ISEG) telah melakukan fungsi strategis mereka sebagai seorang mahasiswa melalui kontribusi aktif dalam pembinaan sebuah desa. Dengan ilmu yang telah mereka pelajari selama kegiatan perkuliahan, mereka berusaha untuk membawa Kampung Batuloceng mengalami perkembangan yang lebih baik, terutama dari sisi perekonomiannya. Namun, masih ada beberapa hal yang belum berhasil dicapai oleh mereka. Mulai dari pembangunan BMT, advokasi rentenir, dan lain-lain. Diperlukan kontribusi yang maksimal dan konsisten agar visi yang telah direncanakan bisa tercapai.



You Might Also Like

0 comments