Hari
ini di sepanjang jalan di Kota Jinhae dipenuhi oleh bunga-bunga sakura yang
bermekaran. Seluruh kota nampak berwarna merah muda. Termasuk juga di Stasiun
Kyeong-Wha. Di sepanjang stasiun dipenuhi oleh pemandangan bunga sakura yang
indah.
Hari pertama musim semi yang cerah
di Stasiun Kyeong-Wha.
Namun hatiku tidak secerah itu.
Air mataku mengalir, lagi.
“Maafkan aku, Na.”
Aku tidak akan pernah bisa
memaafkannya.
“90 hari lagi, di tempat ini, pada
waktu yang sama. Aku akan kembali.”
Menurutmu aku bisa percaya itu?
Dalam hitungan detik bunyi kereta
datang dari kejauhan terdengar. Beberapa orang terlihat bergegas bersiap-siap
untuk masuk ke dalam kereta.
Begitu juga dia.
“Sampai jumpa lagi Na. Aku
mencintaimu.”
*
Berulang
kali aku menghela nafasku. Sudah lebih dari satu jam aku menunggu disini.
Padahal jam kedatangannya tidak secepat itu, hanya saja aku sudah
terlalu merindukannya dan aku tidak ingin datang terlambat menyambutnya. Stasiun Kyeong-Wha masih dipenuhi
oleh bunga sakura yang sangat indah. Namun sebagian diantaranya telah gugur,
berguguran tepat di sepanjang rel kereta.
Hari terakhir musim semi.
Pikiranku masih
dipenuhi oleh isak tangis temanku yang bercerita soal meninggalnya pacarnya
saat dia sedang wajib militer kemarin. Dia
memang tidak sedang wajib militer, namun sama saja. Dia juga sedang berada di medan pertempuran. Antara hidup atau
mati.
Aku takut itu terjadi padanya. Pada pria
yang menjadi salah satu alasanku untuk tetap hidup.
Selama 90 hari ini aku telah
menunggunya tanpa berita yang dapat membuat kondisiku jauh lebih baik. Padahal
aku benci menunggu. Karena aku takut hasil penantian ku selama ini tidak akan
membuahkan hasil apa-apa. Pria itu
sedang berjuang untuk mempertahankan negara ini, namun aku egois. Aku tidak
bisa merelakannya pergi begitu saja, walaupun itu untuk negara ku sendiri.
Suara
kedatangan kereta mulai terdengar. Aku menatap ke arah kedatangan kereta
tersebut dengan perasaan yang tidak menentu. Tanpa aku sadari air mata mulai
mengalir dari kedua mataku. Rasanya aku tidak siap. Aku tidak siap menerima
kenyataan yang mungkin saja terjadi padaku.
Satu per
satu penumpang kereta mulai keluar dari kereta. Satu orang, dua orang, tujuh
orang, begitu seterusnya. Aku masih menunggu sampai sepuluh menit kemudian.
Mengapa dia.. tidak ada?
Pikiranku kalut. Aku
terduduk, lututku rasanya lemas. Air mataku tak dapat berhenti mengalir dari
kedua bola mataku. Aku tertunduk, meratapi bagaimana aku akan hidup
selanjutnya.
Bunga
sakura mulai berguguran. Angin berhembus pelan, menerbangkan sebagian bunga
sakura itu, bersamaan dengan harapanku yang tidak akan terwujud.
Aku
memaksakan diriku untuk berdiri, berusaha untuk menyeka air mataku yang tidak
juga berhenti mengalir. Rasanya nyawa ku lepas entah kemana. Aku tidak bisa
berpikir apa-apa lagi. Aku merasakan setiap orang yang lewat menatapku namun
aku tidak peduli. Hanya ada satu orang yang memenuhi pikiranku. Dan dia--
“Kim Nana!”
DEG.
Saat aku
menoleh ke sumber suara itu rasanya waktu berhenti sejenak. Aku terpaku. Rasanya
butuh waktu lama untuk otak ku mencerna siapa sosok tinggi dengan pakaian
militernya yang sedang melambaikan tangannya ke arah ku sambil tersenyum.
Mataku membelalak, aku tidak
percaya.
Dan
rasanya bunga sakura kembali berguguran dengan indahnya.
“90 hari lagi, di tempat ini, pada
waktu yang sama. Aku akan kembali.”
Dia benar-benar
kembali untukku.
-end-